Kasus 1. Lumpur Lapindo :
Lapindo Brantas Inc. melakukan pengeboran gas melalui
perusahaan kontraktor pengeboran PT. Medici Citra Nusantara yang merupakan
perusahaan afiliasi Bakrie Group. Kontrak itu diperoleh Medici dengan tender
dari Lapindo Brantas Inc. senilai US$ 24 juta. Namun dalam hal perijinannya
telah terjadi kesimpangsiuran prosedur dimana ada beberapa tingkatan ijin yang
dimiliki oleh lapindo. Hak konsesi eksplorasi Lapindo diberikan oleh pemerintah
pusat dalam hal ini adalah Badan Pengelola Minyak dan Gas (BP MIGAS), sementara
ijin konsensinya diberikan oleh Pemerintah Propinsi Jawa Timur sedangkan ijin
kegiatan aktifitas dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten
Sidoarjo yang memberikan keleluasaan kepada Lapindo untuk melakukan
aktivitasnya tanpa sadar bahwa Rencana Tata Ruang (RUTR) Kabupaten Sidoarjo
tidak sesuai dengan rencana eksplorasi dan eksploitasi tersebut.
Dampak dari luapan lumpur yang bersumber dari sumur di Desa
Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Propinsi Jawa Timur sejak 29
Mei 2006 ini telah mengakibatkan timbunan lumpur bercampur gas sebanyak 7 juta
meter kubik atau setara dengan jarak 7.000 kilometer, dan jumlah ini akan terus
bertambah bila penanganan terhadap semburan lumpur tidak secara serius
ditangani. Lumpur gas panas Lapindo selain mengakibatkan kerusakan lingkungan,
dengan suhu rata-rata mencapai 60 derajat celcius juga bisa mengakibatkan
rusaknya lingkungan fisik masyarakat yang tinggal disekitar semburan lumpur.
Tulisan lingkungan fisik diatas adalah untuk membedakan lingkungan hidup alami
dan lingkungan hidup buatannya, dimana dalam kasus ini Daud Silalahi menganggap
hal ini sebagai awal krisis lingkungan karena manusia sebagai pelaku sekaligus
menjadi korbannya. Rusaknya lingkungan fisik tersebut sudah dirasakan berbagai
pihak selama ini antara lain :
1.
Lumpuhnya sektor industri di Kabupaten Sidoarjo.
Sebagai mana diketahui Sidoarjo merupakan penyangga Propinsi Jawa Timur,
khususnya Kota Surabaya dalam sektor industri. Hingga kini sudah 25 sektor
usaha tidak dapat beroperasi yang berakibat hilangnya mata pencaharian ribuan
karyawan yang bekerja pada sektor industri tersebut.
2.
Lumpuhnya sektor ekonomi sebagai akibat rusaknya
infrastruktur darat seperti rusaknya jalan, jalan tol dan jalur ekonomi darat
lainnya seperti jalur transportasi kereta api dll.
3.
Kerugian di sektor lain seperti pertanian,
perikanan darat dll. Sejauh ini sudah diidentifikasi luas lahan pertanian
berupa lahan sawah yang mengalami kerusakan, menurut Direktur Jenderal Tanaman
Pangan Departemen Pertanian Soetarto Alimoeso mengatakan area pertanian di
Sidoarjo, Jawa Timur, yang terkena luapan lumpur Lapindo seluas 417 hektare.
Lumpur telah menggenangi duabelas desa di tiga kecamatan, tak kurang 10.426
unit rumah terendam lumpur, menggenangi sarana dan prasarana publik, Sekitar 30
pabrik yang tergenang terpaksa menghentikan aktivitas produksi dan merumahkan
ribuan tenaga kerja. Tercatat 1.873 orang tenaga kerja yang terkena dampak
lumpur ini, serta memindah paksakan sebanyak lebih dari 8.200 jiwa dan tak
25.000 jiwa mengungsi.
4.
Dampak sosial kehidupan masyarakat disekitar
seperti sarana tempat tinggal, pendidikan, kesehatan, sarana air bersih dll.
Bahwa efek langsung lumpur panas menyebabkan infeksi saluran pernapasan dan
iritasi kulit. Lebih lanjut dijelaskan bahwa lumpur tersebut juga mengandung
bahan karsinogenik yang bila berlebihan menumpuk dalam tubuh dapat menyebabkan
kanker dan akumulasi yang berlebihan pada anak-anak akan mengakibatkan
berkurangnya kecerdasan.
5.
Hasil uji laboratorium juga menemukan adanya
kandungan Bahan Beracun dan Berbahaya yaitu kandungan (B3) yang sudah melebihi
ambang batas. Hasil uji kualitas air lumpur Lapindo pada tanggal 5 Juni 2006
oleh Dinas Pekerjaan Umum Propinsi Jawa Timur, menunjukkan bahwa uji
laboratorium dalam air tersebut terdapat kandungan fenol. Kontak langsung
dengan kulit dapat mengakibatkan kulit seperti terbakardan gatal-gatal. Fenol
bisa berakibat menjadi efek sistemik atau efek kronis jika fenol masuk ke dalam
tubuh melalui makanan. Efek sistemik fenol bisa mengakibatkan sel darah merah
pecah (hemolisis), jantungberdebar (cardiac aritmia), dan gangguan ginjal. Hal
ini menunjukkan bahwa selain dampak kerusakan lingkungan fisik, lumpur panas
tersebut juga mengakibatkan ancaman lain yaitu efek kesehatan yang sangat
merugikan dimasa yang akan datang dan hal ini justru tidak diketahui
olehmasyarakat korban pada umumnya.
Analisis :
Pada kasus diatas dapat dilihat bahwa perusahaan Bakrie
telah menyalahi etika berbisnis. Dalam berbisnis kita juga harus memperhatikan
faktor kelestarian lingkungan sekitar kita yang juga dapat menopang usaha
bisnis tersebut. Seharusnya perusahaan Bakrie sudah dapat menghitung atau
memperkirakan bahaya atau dampak yang akan ditimbulkan bila melakukan
pengeboran. Perusahaan harus tahu seberapa batas yang sewajarnya dilakukan
pengeboran. Karena ulah perusahaan tersebut, banyak pihak yang dirugikan, baik
makhluk hidup disekitarnya juga dampak negatif terhadap lingkungan. Hal ini
tentunya harus menjadi pembelajaran bagi kita semua, terutama
perusahaan-perusahaan besar yang ingin membuat suatu usaha atau tindakan bagi
perusahaannya agar lebih memikirkan faktor lingkungan disekitar wilayah yang
bersangkutan.
Sumber :
0 komentar:
Posting Komentar