1. Definisi Demokrasi
2. Pemilihan Secara Langsung
Pemilu merupakan salah satu usaha untuk memengaruhi rakyat secara persuasif (tidak memaksa) dengan melakukan kegiatan retorika, public relations, komunikasi massa, lobby dan lain-lain kegiatan. Meskipun agitasi dan propaganda di Negara demokrasi sangat dikecam, namun dalam kampanye pemilihan umum, teknik agitasi dan teknik propaganda banyak juga dipakaioleh para kandidat atau politikus selalu komunikator politik.
Dalam Pemilu, para pemilih dalam Pemilu juga disebut konstituen, dan kepada merekalah para peserta Pemilu menawarkan janji-janji dan program-programnya pada masa kampanye. Kampanye dilakukan selama waktu yang telah ditentukan, menjelang hari pemungutan suara.
Setelah pemungutan suara dilakukan, proses penghitungan dimulai. Pemenang Pemilu ditentukan oleh aturan main atau sistem penentuan pemenang yang sebelumnya telah ditetapkan dan disetujui oleh para peserta, dan disosialisasikan ke para pemilih.
5. Analisis Kelemahan Sistem Pemilu di Indonesia
Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan politik yang kekuasaan pemerintahannya berasal dari rakyat, baik secara langsung (demokrasi langsung) atau melalui perwakilan (demokrasi perwakilan).
Merupakan suatu bentuk demokrasi dimana setiap rakyat memberikan suara atau pendapat dalam menentukan suatu keputusan. dalam sistem ini, setiap rakyat mewakili dirinya sendiri memilih suatu kebijakan sehingga mereka memiliki pengaruh langsung terhadap keadaan politik yang terjadi. Sistem ini digunakan pertama kali pada masa awal terbentuknya demokrasi di Athena dimana ketika terdapat suatu permasalahan yang harus diselesaikan, seluruh rakyat berkumpul untuk membahasnya. Di era modern sistem ini menjadi tidak praktis karena umumnya populasi suatu negara cukup besar dan mengumpulkan selulruh rakyat dalam suatu forum merupakan hal yang sulit. Selain itu, sistem ini menuntut partisipasi yang tinggi dari rakyat sedangkan rakyat modern cenderung tidak memiliki waktu untuk mempelajari semua permasalahan politik negara.
3. Sistem Pemilu Di Indonesia
Pemilihan Umum (Pemilu) adalah
proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan
tersebut beraneka-ragam, mulai dari presiden, wakil rakyat di
berbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa. Pada konteks yang
lebih luas, Pemilu dapat juga berarti proses mengisi jabatan-jabatan seperti
ketua OSIS atau ketua kelas, walaupun untuk ini kata 'pemilihan'
lebih sering digunakan.
Pemilu merupakan salah satu usaha untuk memengaruhi rakyat secara persuasif (tidak memaksa) dengan melakukan kegiatan retorika, public relations, komunikasi massa, lobby dan lain-lain kegiatan. Meskipun agitasi dan propaganda di Negara demokrasi sangat dikecam, namun dalam kampanye pemilihan umum, teknik agitasi dan teknik propaganda banyak juga dipakaioleh para kandidat atau politikus selalu komunikator politik.
Dalam Pemilu, para pemilih dalam Pemilu juga disebut konstituen, dan kepada merekalah para peserta Pemilu menawarkan janji-janji dan program-programnya pada masa kampanye. Kampanye dilakukan selama waktu yang telah ditentukan, menjelang hari pemungutan suara.
Setelah pemungutan suara dilakukan, proses penghitungan dimulai. Pemenang Pemilu ditentukan oleh aturan main atau sistem penentuan pemenang yang sebelumnya telah ditetapkan dan disetujui oleh para peserta, dan disosialisasikan ke para pemilih.
Berdasarkan daftar
peserta partai politik
Sistem pemilihan umum terbagi 2 jenis yaitu
- sistem terbuka, yaitu pemilih mencoblos/mencontreng nama dan foto peserta partai politik
- sistem tertutup, yaitu pemilih mencoblos/mencontreng nama partai politik tertentu.
Berdasarkan
perhitungan
Sistem pemilihan umum terbagi 2 jenis yaitu
- sistem distrik (plurality system), yaitu perhitungan sederhana yaitu calon peserta politik mengumpulkan dalam jumlah suara terbanyak.
- sistem proporsional (proportional system), yaitu perhitungan rumit yaitu calon peserta politik mengumpulkan dengan menggunakan bilangan pembagi pemilih.
Perbedaan sebagai berikut:
Keterangan
|
Distrik
|
Proporsional
|
Peranan politik
|
lemah
|
kuat
|
Distribusi
|
tinggi
|
rendah
|
Kedekatan dengan calon pemilih
|
tinggi
|
rendah
|
Akuntabilitas
|
tinggi
|
rendah
|
Politik uang
|
tinggi
|
rendah
|
Kualitas parlemen
|
sama dengan SD
|
sama dengan SP
|
Calon parlemen
|
harus daerah
|
tidak harus daerah
|
Daerah basis pemilihan
|
ya
|
tidak
|
Jumlah wakil tiap daerah
|
hanya satu
|
dua atau lebih
|
Partai kecil/partai gurem
|
rugi
|
untung
|
Keloyalan wakil rakyat
|
desentralisasi (loyal
pada konstituensi)
|
sentralisasi (loyal
pada pusat)
|
Batas ambang parlemen
|
tidak
|
ya
|
Calon independen
|
ya
|
tidak
|
Ukuran daerah pemilihan
|
sedikit
|
banyak
|
Jumlah daerah pemilihan
|
banyak
|
sedikit
|
Membentuk koalisi
|
tidak
|
ya
|
4. Dasar Hukum
Landasan hukum Pemilu 1955 adalah
Undang-Undang Nomor 7 tahun 1953 yang diundangkan 4 April 1953. Dalam UU
tersebut, Pemilu 1955 bertujuan memilih anggota bikameral: Anggota DPR dan
Konstituante (seperti MPR). Sistem yang digunakan adalah proporsional. Menurut
UU nomor 7 tahun 1953 tersebut, terdapat perbedaan sistem bilangan pembagi
pemilih (BPP) untuk anggota konstituante dan anggota parlemen.
Pemilu 1971 diadakan tanggal 3
Juli 1971. Pemilu ini dilakukan berdasarkan Undang-undang Nomor 15 Tahun 1969
tentang Pemilu dan Undang-undang Nomor 16 tentang Susunan dan
Kedudukan MPR, DPR dan DPRD.
Dasar hukum Pemilu 1977 adalah
Undang-undang No. 4 Tahun 1975. Pemilu ini diadakan setelah fusi partai politik
dilakukan pada tahun 1973. Sistem yang digunakan pada pemilu 1977 serupa dengan
pada pemilu 1971 yaitu sistem proporsional dengan daftar tertutup.
Pemilu 1982 diadakan tanggal 4
Mei 1982. Tujuannya sama seperti Pemilu 1977 di mana hendak memilih anggota DPR
(parlemen). Hanya saja, komposisinya sedikit berbeda. Sebanyak 364 anggota
dipilih langsung oleh rakyat, sementara 96 orang diangkat oleh presiden. Pemilu
ini dilakukan berdasarkan Undang-undang No. 2 tahun 1980.
Pada pemilu 2004, mekanisme
pengaturan pemilihan anggota parlemen ini ada di dalam Undang-undang Nomor 12
tahun 2003. Untuk kursi DPR, dijatahkan 550 kursi. Daerah pemilihan anggota DPR
adalah provinsi atau bagian-bagian provinsi.
Pemilu 2009 dilaksanakan menurut
Undang-undang Nomor 10 tahun 2008. Jumlah kursi DPR ditetapkan sebesar 560
di mana daerah dapil anggota DPR adalah provinsi atau bagian
provinsi. Jumlah kursi di tiap dapil yang diperebutkan minimal tiga
dan maksimal sepuluh kursi. Ketentuan ini berbeda dengan Pemilu 2004.
Kelemahan
Sistem Pemilu yang Memberikan Peluang Money Politic. Money politic (politik
uang) merupakan uang maupun barang yang diberikan untuk menyoggok atau
memengaruhi keputusan masyarakat agar memilih partai atau perorangan tersebut
dalam pemilu, padahal praktek money politic merupakan praktek
yang sangat bertentangan dengan nilai demokrasi. Lemahnya Undang-Undang dalam
memberikan sanksi tegas terhadap pelaku money politic membuat praktek money
politic ini menjamur luas di masyarakat. Maraknya praktek money
politic ini disebabkan pula karena lemahnya Undang-Undang dalam
mengantisipasi terjadinya praktek tersebut. Padahal praktek money politic ini
telah hadir dari zaman orde baru tetapi sampai saat ini masih banyak hambatan
untuk menciptakan sistem pemilu yang benar-benar anti money politic.
Praktek money
politic ini sungguh misterius karena sulitnya mencari data untuk
membuktikan sumber praktek tersebut, namun ironisnya praktek money
politic ini sudah menjadi kebiasaan dan rahasia umum di masyarakat. Real-nya
Sistem demokrasi pemilu di Indonesia masih harus banyak perbaikan, jauh berbeda
dibandingkan sistem pemilu demokrasi di Amerika yang sudah matang. Hambatan
terbesar dalam pelaksanaan pemilu demokrasi di Indonesia yaitu masih
tertanamnya budaya paternalistik di kalangan elit politik.
Elit-elit
politik tersebut menggunakan kekuasaan dan uang untuk melakukan pembodohan dan
kebohongan terhadap masyarakat dalam mencapai kemenangan politik. Dewasanya,
saat ini banyak muncul kasus-kasus masalah Pilkada yang diputuskan melalui
lembaga peradilan Mahkamah Konstitusi (MK) karena pelanggaran nilai demokrasi
dan tujuan Pilkada langsung. Hal itu membuktikan betapa terpuruknya sistem
pemilu di Indonesia yang memerlukan penanganan yang lebih serius. Masyarakat
yang kondisi ekonominya sulit dan pengetahuan politiknya masih awam akan mejadi
sasaran empuk para pelaku praktek money politik.
6. Solusi Kelemahan Sitem Pemilu
Dua lembaga pemerintah dalam
penyelenggara pemilihan umum seperti KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan Bawaslu (Badan
Pengawas Pemilihan Umum) harus dapat berkoordinasi dalam pemilu agar berjalan
sesuai harapan. Serta satu lembaga lainnya yang terbentuk di tahun 2012 yaitu
DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum) yang berfungsi mengawasi
KPU dan Bawaslu melalui persidangan yang menyangkut kode etik harus berfungsi
dengan baik.
Pada sistem filterisasi,
seharusnya dilakukan mekanisme penilaian oleh dan pada seluruh elemen terkait
serta berdasarkan rekam jejak dari partai politik yang ingin mendaftarkan
dirinya pada pemilu. Selain itu, juga dibutuhkan proses sosialisasi yang jelas
berdasarkan tingkatan segmentasi masyarakat. Sosialisasi yang tepat adalah
sosialisasi dengan berdeasarkan segmentasi masyarakat, serta berkelanjutan
dengan berupa pengabdian kepada masyarakat, pembuktian partai, dan lain-lain.
Serta memberikan sanksi tegas kepada orang atau kelompok yang melakukan
kecurangan dalam pemilu.
Agar terlaksana pemilihan umum
yang efektif dan efisien seluruh elemen yang tekait termasuk masyarakat,
memiliki peran yang sangat penting dalam mensukseskan dan mengawasi pemilihan
umum.
Referensi
http://sartikasartikaa.blogspot.com/2012/04/kelemahan-sistem-pemilu-yang-memberikan.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum
http://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi
0 komentar:
Posting Komentar